A.
Mekanisme Renin - Angiotensin
Pengaturan
atau regulasi tekanan darah juga merupakan salah satu fungsi system renal.
Suatu hormon yang dinamakan rennin disekresikan oleh sel-sel jukstaglomeruler
ketika tekanan darah menurun. Rennin adalah enzim pertama dalam kaskade
biokimia system rennin-angiotensin-aldosteron. Fungsi system ini adalah
mempertahankan volume ECF (Efektif Circulation Volume) dan tekanan perfusi
jaringan dengan mengubah resistensi pembuluh darah dan ekskresi Na+ dan
air di ginjal. Hipoperfusi ginjal, yang dihasilkan oleh hipotensi dan penurunan
volume serta peningkatan aktivitas simpatetik adalah perangsangan utama sekresi
rennin. Asupan ke system saraf pusat diberikan oleh baroreseptor yang terletak
di pusat melalui saraf vagus dan glosofaringeal, yang sebaliknya mempengaruhi
keluaran simpatetik : baroreseptor yang terletak dalam atrium jantung dan
pembuluh darah paru bertekanan rendah terutama merespon volume atau isi dari
cabang pembuluh darah. Baroreseptor terletak dalam arkus aorta dan sinus
karotis bertekanan tinggi yang terutama merespon terhadap tekanan arteri darah.
Penurunan tekanan darah menghasilkan peningkatan aktivitas simpatis ginjal,
menyebabkan retensi Na+ dan air. Peningkatan tekanan
intravaskuler memiliki efek yang bertolak belakang.
Suatu
enzim akan mengubah rennin menjadi angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, yaitu senyawa vasokonstriktor paling kuat. Vasokonstriksi
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Aldosteron disekresikan oleh korteks
adrenal. Sebagai reaksi terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis dan
pelepasan ACTH sebagai reaksi terhadap perfusi yang jelek atau peningkatan
osmolalitas serum. Akibatnya peningkatan tekanan darah.
Atrium
jantung memiliki mekanisme tambahan untuk mengontrol ekskresi Na+
ginjal dan volume ECF yang secara berlawanan mengatur mekanisme
rennin-angiotensin-aldosteron. Atrium jantung menyintesis suatu hormon yang
disebut peptide natriuretik atrial (ANP) yang kemudian disimpan dalam granula.
ANP dilepaskan dari granula atrium sebagai respon terhadap regangan yaitu
peningkatan volume ECF. ANP meningkatkan ekskresi Na+ dan air oleh
ginjal.
B.
Peran Eritropoetin dalam Pembentukan Darah
Sampai
saat ini peranan eritropoietin (EPO) telah banyak dikenal dalam sisi
hematologik yaitu dalam meningkatkan pembentukan sel darah merah melalui
rangsangan terhadap proses eritropoiesis. Saat ini penjelajahan kemampuan EPO
semakin berkembang diantaranya adalah peranannya di dalam otak sebagai
neuroprotektor. EPO meningkatkan produksi sel-sel darah merah dan
bisa mengurangi ketergantungan akan transfusi darah. Namun EPO tidak ditujukan
untuk menggantikan transfusi emergensi.
Hormon
ini bersirkulasi sepanjang aliran darah menuju sumsum tulang dan
menstimulasi produksi sel darah merah. Bila terjadi gagal ginjal, maka produksi
EPO terhenti. Akibatnya
produksi sel darah merah pun turut
berkurang yang bisa berujung pada anemia parah.
Meski
pengetahuan tentang fungsi
eritropoietin itu telah lama diketahui, namun keberadaannya sebagai agen terapi
untuk mengatasi gangguan produksi darah merah belum begitu lama dikenal. Bayangkan saja, berdasarkan
percobaan transfusi
pada kelinci, eksistensi
suatu faktor humoral yang mengatur produksi sel darah merah telah sukses dipostulasikan
pada 1906. Namun sampai dengan 1950, faktor eritropoietik ini masih belum
terindentifikasi. Sepuluh tahun kemudian baru diketahui bahwa faktor ini bersumber
dari ginjal.
Setelah
sekian lama penelitian dilakukan,
barulah pada 1977, T. Miyake, C. K. Kung dan E. Goldwasser dari University of
Chicago berhasil memurnikan EPO dari urin manusia. Sejak saat itu, eritropoietin
yang berasal dari protein asli manusia ini mulai digunakan secara
terbatas dalam eksperimen untuk mengobati pasien anemia. Dan, seiring
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, pada 1983 pengodean gen EPO
sukses diidentifikasi. Alhasil, EPO
pun
bisa diproduksi secara
masal dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan pada kultur sel mamalia.
Sekarang, hormon yang juga
dikenal dengan sebutan hematopoietin atau hemopoietin ini diidentifikasi sebagai
suatu glikopritein dengan masa molekul sekitar 30.000 Dalton. Hormon ini memiliki 165 rantai asam amino dengan 4 sisi
rantai oligosakarida. Di samping itu, indikasi penggunaannya pun turut
berkembang. Kini, EPO tak hanya digunakan untuk mengatasi anemia pada pasien
gagal ginjal kronis, namun juga untuk anemia pada pasien yang menjalani
kemoterapi dan antisipasi kehilangan darah pada pembedahan.
rantai oligosakarida. Di samping itu, indikasi penggunaannya pun turut
berkembang. Kini, EPO tak hanya digunakan untuk mengatasi anemia pada pasien
gagal ginjal kronis, namun juga untuk anemia pada pasien yang menjalani
kemoterapi dan antisipasi kehilangan darah pada pembedahan.
Pada prinsipnya, terapi EPO
pada pasien tersebut bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah
merah dan mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Namun, EPO tidak ditujukan
untuk pasien dengan anemia parah yang membutuhkan koreksi secepatnya. EPO
tidak ditujukan untuk mengantikan transfusi emergensi.
C. Pengaturan Keseimbangan
Cairan dan Elektrolit, Serta Sistem Buffer
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan
dua parameter penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan
ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan.
1.
Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting
untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan
keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan volume cairan tubuh
kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan
yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan
antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover
dibagi dalam: 1. eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh
dengan lingkungan luar; dan 2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses
filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
b.
Memeperhatikan
keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga
perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Kelebihan
garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan
keseimbangan garam.
Ginjal
mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
a.
Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
b. Mengontrol
jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+
yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan
darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+
dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi
Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem
Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau
hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air.
2. Pengaturan Osmolaritas Cairan Ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran
konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. Osmosis hanya
terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus
membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang
banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam
menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan
intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik
cairan intrasel. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan
dilakukan melalui:
a. Perubahan
osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi
perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai
dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen. Dinding
tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di
bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta.
Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable
terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini
menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke
tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding
tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin
(ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan
ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
b. Mekanisme
haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangsang
osmoreseptor di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron
hypotalamus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh
hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di
duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu
terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus
koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan
ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen
menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh
tetap dipertahankan.
3. Pengaturan Neuroendokrin dalam
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan
cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem
saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di
hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan
dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami
kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan
meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone
atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium dan air.
Perubahan volume
dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu
lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
4.
Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi
ion H bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri
7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH
<7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion
H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal
dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
a. pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi
menjadi ion H dan bikarbonat.
b. katabolisme
zat organik
c. disosiasi
asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi
melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H
dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
a.
perubahan eksitabilitas saraf dan otot;
pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis
terjadi hipereksitabilitas.
b.
mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
c.
mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan
konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula
dengan cara:
a.
mengaktifkan sistem dapar (buffer) kimia
b.
mekanisme
pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
c.
mekanisme pengontrolan pH oleh sistem
perkemihan
5.
Sistem Buffer (dapar)
Ada 4 sistem dapar:
a.
Dapar bikarbonat;
merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang
disebabkan oleh non-bikarbonat
b. Dapar
protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
c. Dapar
hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat
d. Dapar
fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan
asam-basa sementara. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki
ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang
berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat
rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan
kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu
meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan
menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
amonia.
Slotz Casino - Mapyro
BalasHapusSlotz Casino is located in Cripple Creek, Michigan, and 수원 출장안마 is close 통영 출장샵 to I-5. The casino features 충청북도 출장마사지 an 광주광역 출장샵 outdoor pool, a restaurant, and free WiFi. 목포 출장안마 Rating: 3.2 · 16 reviews · Price range: $