Jumat, 30 September 2011

ANATOMI,FISIOLOGI,KIMIA,FISIKA SISTEM PERKEMIHAN



A.   Mekanisme Renin - Angiotensin
Pengaturan atau regulasi tekanan darah juga merupakan salah satu fungsi system renal. Suatu hormon yang dinamakan rennin disekresikan oleh sel-sel jukstaglomeruler ketika tekanan darah menurun. Rennin adalah enzim pertama dalam kaskade biokimia system rennin-angiotensin-aldosteron. Fungsi system ini adalah mempertahankan volume ECF (Efektif Circulation Volume) dan tekanan perfusi jaringan dengan mengubah resistensi pembuluh darah dan ekskresi Na+ dan air di ginjal. Hipoperfusi ginjal, yang dihasilkan oleh hipotensi dan penurunan volume serta peningkatan aktivitas simpatetik adalah perangsangan utama sekresi rennin. Asupan ke system saraf pusat diberikan oleh baroreseptor yang terletak di pusat melalui saraf vagus dan glosofaringeal, yang sebaliknya mempengaruhi keluaran simpatetik : baroreseptor yang terletak dalam atrium jantung dan pembuluh darah paru bertekanan rendah terutama merespon volume atau isi dari cabang pembuluh darah. Baroreseptor terletak dalam arkus aorta dan sinus karotis bertekanan tinggi yang terutama merespon terhadap tekanan arteri darah. Penurunan tekanan darah menghasilkan peningkatan aktivitas simpatis ginjal, menyebabkan retensi Na+ dan air. Peningkatan tekanan intravaskuler memiliki efek yang bertolak belakang.
Suatu enzim akan mengubah rennin menjadi angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, yaitu senyawa vasokonstriktor paling kuat. Vasokonstriksi menyebabkan peningkatan tekanan darah. Aldosteron disekresikan oleh korteks adrenal. Sebagai reaksi terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis dan pelepasan ACTH sebagai reaksi terhadap perfusi yang jelek atau peningkatan osmolalitas serum. Akibatnya peningkatan tekanan darah.
Atrium jantung memiliki mekanisme tambahan untuk mengontrol ekskresi Na+ ginjal dan volume ECF yang secara berlawanan mengatur mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron. Atrium jantung menyintesis suatu hormon yang disebut peptide natriuretik atrial (ANP) yang kemudian disimpan dalam granula. ANP dilepaskan dari granula atrium sebagai respon terhadap regangan yaitu peningkatan volume ECF. ANP meningkatkan ekskresi Na+ dan air oleh ginjal.



B.   Peran Eritropoetin dalam Pembentukan Darah

Sampai saat ini peranan eritropoietin (EPO) telah banyak dikenal dalam sisi hematologik yaitu dalam meningkatkan pembentukan sel darah merah melalui rangsangan terhadap proses eritropoiesis. Saat ini penjelajahan kemampuan EPO semakin berkembang diantaranya adalah peranannya di dalam otak sebagai neuroprotektor. EPO meningkatkan produksi sel-sel darah merah dan bisa mengurangi ketergantungan akan transfusi darah. Namun EPO tidak ditujukan untuk menggantikan transfusi emergensi.
Hormon ini bersirkulasi sepanjang aliran darah menuju sumsum tulang dan menstimulasi produksi sel darah merah. Bila terjadi gagal ginjal, maka produksi EPO terhenti. Akibatnya produksi sel darah merah pun turut berkurang yang bisa berujung pada anemia parah.
Meski pengetahuan tentang fungsi eritropoietin itu telah lama diketahui, namun keberadaannya sebagai agen terapi untuk mengatasi gangguan produksi darah merah belum begitu lama dikenal. Bayangkan saja, berdasarkan percobaan transfusi pada kelinci, eksistensi suatu faktor humoral yang mengatur produksi sel darah merah telah sukses dipostulasikan pada 1906. Namun sampai dengan 1950, faktor eritropoietik ini masih belum terindentifikasi. Sepuluh tahun kemudian baru diketahui bahwa faktor ini bersumber dari ginjal.
Setelah sekian lama penelitian dilakukan, barulah pada 1977, T. Miyake, C. K. Kung dan E. Goldwasser dari University of Chicago  berhasil memurnikan EPO dari urin manusia. Sejak saat itu, eritropoietin yang berasal dari protein asli manusia ini mulai digunakan  secara terbatas dalam eksperimen untuk mengobati pasien anemia. Dan, seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, pada 1983 pengodean gen EPO sukses diidentifikasi. Alhasil, EPO pun bisa diproduksi secara masal dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan pada kultur sel mamalia.
Sekarang, hormon yang juga dikenal dengan sebutan hematopoietin atau hemopoietin ini diidentifikasi sebagai suatu glikopritein dengan masa molekul sekitar 30.000 Dalton. Hormon ini memiliki 165 rantai asam amino dengan 4 sisi
rantai oligosakarida. Di samping itu, indikasi penggunaannya pun turut
berkembang. Kini, EPO tak hanya digunakan untuk mengatasi anemia pada pasien
gagal ginjal kronis, namun juga untuk anemia pada pasien yang menjalani
kemoterapi dan antisipasi kehilangan darah pada pembedahan.
Pada prinsipnya, terapi EPO pada pasien tersebut bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah dan mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Namun, EPO tidak ditujukan untuk pasien dengan anemia parah yang membutuhkan koreksi secepatnya. EPO tidak ditujukan untuk mengantikan transfusi emergensi. 

C.   Pengaturan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, Serta Sistem Buffer

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan.
1.      Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
a.       Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1. eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan 2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
b.       Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
a.       Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
b.      Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air.
2.      Pengaturan Osmolaritas Cairan Ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:
a.    Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen. Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta.
Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
b.      Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangsang osmoreseptor di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus  koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan.
3.      Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium dan air.
Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
4.      Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
a.       pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
b.      katabolisme zat organik
c.       disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
a.       perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
b.      mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
c.       mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:
a.       mengaktifkan sistem dapar  (buffer) kimia
b.      mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
c.       mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
5.      Sistem Buffer (dapar)
Ada 4 sistem dapar:
a.       Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
b.      Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
c.       Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat
d.      Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.

1 komentar:

  1. Slotz Casino - Mapyro
    Slotz Casino is located in Cripple Creek, Michigan, and 수원 출장안마 is close 통영 출장샵 to I-5. The casino features 충청북도 출장마사지 an 광주광역 출장샵 outdoor pool, a restaurant, and free WiFi. 목포 출장안마 Rating: 3.2 · ‎16 reviews · ‎Price range: $

    BalasHapus